Pergaulan Mahasiswa
Mahasiswa, The Agent of Change
Mahasiswa adalah
sebutan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan tinggi di sebuah
universitas atau perguruan tinggi. Mahasiswa dikenal sebagai orang yang
memiliki intelektualitas tinggi. Bagaimana tidak? Untuk menjadi seorang
mahasiswa, sebelumnya kita harus mengikuti serangkaian tes seleksi masuk,
apalagi jika perguruan tinggi yang kita inginkan berstatus sebagai Perguruan
Tinggi Negeri atau yang biasa kita sebut PTN. Berdasarkan data Kemendikbud,
pada tahun 2012 sebanyak 618.804 orang berlomba mengikuti tes Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) untuk memperebutkan 106.363 kursi di
perguruan tinggi negeri. Jumlah tersebut ternyata meningkat 14% dari tahun
sebelumnya. Dan peningkatan jumlah ini bukan tidak mungkin akan terus terjadi
hingga tahun-tahun berikutnya.
Hal tersebut
membuktikan betapa besar minat para pemuda Indonesia untuk menjadi seorang
mahasiswa, yang kita kenal sebagai seorang yang memiliki intelektualitas dan
tanggung jawab yang tinggi, serta sikap yang arif di dalam segala bentuk
kegiatan, terutama tingkah lakunya. Lalu, jika kita kaitkan definisi mahasiswa
dengan data Kemendikbud di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa para pemuda
Indonesia sesungguhnya berpotensi memiliki intelektualitas tinggi serta
tingkah laku yang baik. Namun, jika kita kaitkan dengan fakta yang ada saat
ini, benarkah demikian?
Fakta mengenai
mahasiswa yang sering kita saksikan sekarang ternyata bertolak belakang dari
definisi mahasiswa yang sesungguhnya. Mahasiswa yang seharusnya menjadi
panutan, bukan hanya tontonan, sepertinya tidak dapat melakukan hal itu.
Buktinya, hanya sedikit saja mahasiwa yang dapat menyelesaikan kuliahnya tepat
waktu. Hal itu dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang mengganggu aktivitas
perkuliahan dari berbagai kendala.
Salah satu faktor
yang sedang hangat diperbincangkan saat ini mengenai mahasiswa di Indonesia
adalah pergaulan bebas. Mungkin kita tidak akan menyangka mahasiswa yang
notabenenya memiliki kearifan intelektual tinggi dapat terjebak dalam fenomena
pergaulan bebas yang dapat merusak masa depan bangsa. Walaupun mahasiswa
dikenal sebagai orang yang memiliki intelektualitas tinggi, tidak dapat
dipungkiri bahwa kebanyakan dari mereka berada dalam rentang usia remaja.
Remaja adalah
periode transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Banyak orang menyebut
masa remaja sebagai masa mencari jati diri. Ya, karena di masa inilah seseorang
mulai mencari tahu siapa sebenarnya dirinya. Di masa remaja segala bentuk
keingintahuan, rasa penasaran, dan keinginan untuk mencoba hal-hal yang baru
muncul dalam benak seseorang.
Masa remaja dapat
dikatakan sebagai masa yang rentan. Di masa ini seseorang akan lebih mudah
terpengaruh pikiran dan tingkah lakunya, terutama oleh faktor lingkungan. Tidak
ada yang perlu dipermasalahkan jika kehidupan seorang remaja selalu diiringi
oleh hal-hal yang baik, kehidupan keluarga dan lingkungan sosial yang baik. Hal
tersebut dapat menjadikannya sebagai pribadi yang baik untuk bekal menyambut
masa dewasanya kelak. Namun, kenyataan di lapangan lebih banyak menunjukkan hal
yang bertolak belakang. Tidak semua remaja dapat melalui masa mencari jati
dirinya dengan baik. Bahkan kebanyakan remaja justru berbelok untuk mencoba
hal-hal yang seharusnya ia hindari. Masa remaja yang seharusnya digunakan untuk
berkarya dan mengukir prestasi justru dihabiskan dengan kegiatan yang tidak
bermanfaat. Masa remaja yang seharusnya dapat membentuk karakter sejati
seseorang sebagai manusia yang mulia, justru membuat perilaku dan akhlak
seseorang menjadi buruk dan bahkan membuatnya lupa akan makna jati dirinya yang
sesungguhnya.
Salah satu cara
yang digunakan seorang remaja untuk menemukan jati dirinya adalah dengan
bergaul. Pergaulan sendiri memiliki arti melakukan perilaku bergaul dan
berinteraksi dalam lingkungan masyarakat. Pergaulan adalah faktor yang sangat
mempengaruhi seseorang dalam membentuk karakternya. Mindsetdan pola hidup
seseorang dapat dipengaruhi begitu saja oleh teman bergaulnya.
Lalu, apa
sebenarnya yang dimaksud dengan pergaulan bebas? Mengapa pergaulan bebas kini
menjadi fenomena yang sangat mengkhawatirkan di kalangan para remaja?
Pengertian pergaulan bebas menurut para sosiolog adalah cara-cara yang
dilakukan manusia sebagai makhluk sosial untuk dapat berinteraksi dan
berkomunikasi dalam banyak hal tanpa ada sekat atau pembeda strata guna
mencapai suatu tujuan. Tujuan yang dimaksud ialah terciptanya suatu kondisi
interaksi yang bersinergi dan saling memahami atas hal-hal yang muncul dalam
proses interaksi. Pergaulan bebas mengindikasikan tidak adanya penghalang yang
disebabkan oleh strata sosial. Pergaulan bebas juga mengindikasikan adanya
keleluasaan dalam bergaul yang berkaitan dengan persoalan interaksi seperti
jarak atau kedekatan emosi antarmanusia dan tema-tema yang menjadi gagasan
interaksi.
Pengertian
pergaulan bebas memang identik dengan anak muda, dengan remaja. Persoalan
pergaulan memiliki tafsiran makna yang dekat kaitannya dengan kaum remaja sebab
kaum remaja cenderung banyak bergaul, membina relasi, pertemanan, bertanya
banyak hal, mencari tahu berbagai hal dan aktivitas lainnya. Hal tersebut
memungkinkan mereka melakukan pergaulan yang luas dengan siapapun. Pergaulan
yang luas tersebut memungkinkan pula terjadinya pergaulan bebas yang tidak
terkendali, yakni pergaulan yang menyebabkan kaum muda terjerumus pada hal-hal
negatif.
Itulah sebabnya
pergaulan bebas pada akhirnya diartikan sebagai pergaulan yang lepas kontrol
dan tanpa norma. Hal tersebut disebabkan adanya proses pergaulan yang tidak
mengindahkan segi norma dalam interaksi. Persoalan narkoba, kriminalitas, dan
seks bebas pada akhirnya menyeruak dan menjadikan pergaulan bebas dipandang
sebagai hal yang buruk.
Dan pemandangan
yang kita saksikan saat ini memang berisi pergaulan bebas remaja yang
mengkhawatirkan, termasuk di dalamnya para mahasiswa. Hedonisme, budaya pop,
seks bebas, kekerasan, kriminalitas, narkoba, mungkin menjadi hal-hal yang erat
kaitannya dengan pergaulan remaja saat ini.
Hedonisme merupakan
salah satu hal yang menghiasi kehidupan mahasiswa masa kini. Hedonisme sendiri
berasal dari Bahasa Yunani yang artinya pandangan
hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan
utama hidup. Bagi para penganut paham ini, bersenang-senang, pesta-pora, dan
plesiran merupakan tujuan utama hidup, entah itu menyenangkan bagi orang lain
atau tidak, karena mereka beranggapan hidup ini hanya sekali, sehingga mereka
merasa ingin menikmati hidup senikmat-nikmatnya. Ya, seperti itulah fenomena
yang menghiasi kehidupan mahasiswa masa kini. Mereka hanya memikirkan hedone atau
kesenangan. Tak peduli apakah kesenangan tersebut merusak moral dan masa depan
mereka atau tidak, yang mereka pikirkan hanyalah bagaimana menikmati hidup
dengan kesenangan tak terhingga.
Budaya pop dan seks
bebas selanjutnya menjadi fenomena yang muncul dari adanya paham hedonisme.
Budaya pop (singkatan dari budaya populer) disebut juga budaya massa karena
kontennya diproduksi secara massif untuk tujuan komersialisasi. Wujud budaya
pop beraneka macam, misalnya: bahasa, teknologi, busana, musik, dan perilaku.
Objek sasaran budaya ini adalah para pemuda. Budaya pop sendiri merupakan
bentuk westernisasi, di mana orang-orang di Indonesia akan lebih mencintai
budaya barat dibandingkan budayanya sendiri, walaupun budaya tersebut tidak
sesuai dengan adat ketimuran yang ada di Indonesia. Kaum muda yang berada dalam
rentang 15-35 tahun adalah target penyebaran budaya pop ini. Berdasarkan data
BPS pada tahun 2006, negeri ini memiliki kurang lebih 80 juta pemuda atau 30%
dari total keseluruhan penduduk. Sebagian besar dari total itu telah
terhipnotis oleh unsur-unsur budaya pop, yang ditandai dengan menganggap apa
yang digunakan orang banyak adalah sesuatu yang up-to-date, menyesuaikan diri dengan kebiasaan mayoritas orang,
dan mendewakan penampilan trendi agar tak terlihat kuno.
Budaya pop erat
kaitannya dengan paham hedonisme, karena kecenderungan seseorang untuk lebih
mencintai budaya pop tentunya hanya bertujuan untuk menciptakan hedone dalam hidupnya.
Dan ketika seorang remaja sudah terhipnotis unsur budaya barat, hal yang paling
buruk yang akan turut pula masuk dalam kehidupan remaja Indonesia adalah seks
bebas. Saat ini masalah seks bebas yang terjadi pada remaja di Indonesia sudah
sampai pada taraf yang sangat mengkhawatirkan. Tidak ada lagi batasan antara
laki-laki dan perempuan. Padahal sungguh aneh seharusnya yang kita rasakan
ketika melihat kaum muda-mudi yang bukan muhrim saling berpelukan atau
bergandengan tangan di negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia ini, karena
hukum agama jelas sudah mengatur tentang hal ini.
Terlebih di
kalangan mahasiswa, seks bebas sepertinya tidak lagi menjadi hal yang asing
atau pun tabu. Kebanyakan mahasiswa yang sedang melakukan pendidikan di suatu
perguruan tinggi, terutama di perguruan tinggi yang letaknya jauh dari tanah
kelahirannya, tinggal sendiri, jauh dari keluarganya. Mahasiswa yang jauh
dari keluarga mereka tentunya memiliki kebebasan yang lebih dibandingkan saat
mereka masih tinggal bersama orang tua. Tidak adanya pengawasan dan kesempatan
yang terbuka lebar serta keimanan yang semakin merosot, menjadikan ia terjebak
dalam hal-hal negatif yang dapat merusak moral dan masa depannya, salah satunya
seks bebas.
Salah satu hal yang
mendukung terjadinya seks bebas di kalangan mahasiswa dan mahasiswi di Indonesia
adalah tempat kos yang bebas. Kos bebas yang dimaksudkan di sini adalah kos yang
tidak diawasi atau ditunggui oleh pemiliknya. Mereka umumnya mempekerjakan
orang untuk mengurusi kos, termasuk menjaga keamanan pintu gerbang. Tetapi
tidak sedikit di antaranya yang menyerahkan urusan tersebut kepada penghuni
kos. Kos bebas tersebut bukan termasuk kos campur, tetapi kos khusus putera dan
kos khusus puteri. Kos bebas biasanya lebih banyak ditemukan berupa kos putera,
tetapi jumlah kos bebas untuk puteri pun bisa dikatakan tidak sedikit dan
semakin bertambah. Hampir di seluruh kawasan pemukiman mahasiswa terdapat kos
semacam ini.
Ada lagi sebutan
kos setengah bebas. Kos semacam ini masih ditunggui oleh pemiliknya, tetapi si
pemilik seringkali tidak ambil peduli dengan urusan ataupun aktivitas
penghuninya, sejauh tidak mengganggu ketertiban. Ada pula kos yang pemiliknya
baru terlihat ketika sudah sore atau malam hari menjelang jam tamu berakhir.
Interaksi antara si pemilik dan penghuni relatif minim, apalagi jika hunian
tersebut ditempati lebih dari 20 orang. Tamu boleh saja masuk kamar, termasuk
tamu lawan jenis, tanpa banyak dicurigai atau ditanyai oleh pihak pemilik.
Untuk kos puteri misalnya, jika menerima tamu pria seringkali dibolehkan untuk
menutup pintu kamar. Kos setengah bebas tersebar di seluruh kawasan pemukiman
mahasiswa, tetapi jumlahnya masih lebih sedikit dibandingkan kos bebas.
Survei yang
dilakukan pada tahun 2002 oleh Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan (LSCK)
terhadap 1.660 mahasiswa di Yogyakarta dengan tema virginitas di kalangan
mahasiswa merupakan salah satu bukti bahwa seks bebas yang terjadi di Indonesia
memang sudah menjadi masalah serius. Dari hasil survei tersebut, sebanyak 97,5%
mahasiswa telah kehilangan virginitasnya akibat seks pra nikah. Hal yang
teramat miris untuk dibayangkan. Kejadian seperti itu kemungkinan besar bukan
hanya terjadi di Yogyakarta, tetapi juga di daerah-daerah lain di seluruh
Indonesia. Dan jika kita perhatikan, survei tersebut sudah dilakukan sepuluh
tahun yang lalu, bagaimana dengan sekarang, saat dunia menjadi semakin canggih
dan budaya barat semakin mudah mempengaruhi perilaku para pemuda Indonesia?
Masalah lain yang
tak kalah penting dan erat kaitannya dengan pergaulan remaja adalah narkoba.
Ya, para remaja Indonesia tidak pernah berhenti terhipnotis oleh barang yang
sudah jelas diharamkan oleh agama maupun negara itu. Badan Narkotika Nasional
mencatat pada tahun 2011 sebanyak 220 mahasiswa di Indonesia menjadi tersangka
kasus narkoba. Miris memang. Mahasiswa, orang dengan intelektualitas tinggi,
dapat terjerat kasus narkoba yang sudah pasti mereka sendiri mengetahui bahwa
barang haram tersebut dapat merusak masa depan mereka.
Mahasiswa, the agent of change, agen
perubahan. Perubahan harus menjadi tugas bagi kalangan mahasiswa untuk
membentuk intelektualitasnya. Memulai perubahan tersebut harus didasari dengan
kesadaran dan perlawanan yang tegas terhadap pergaulan bebas yang dapat merusak
kehidupan, tidak hanya mahasiswa itu sendiri, tetapi juga Bangsa Indonesia.
“Allah tidak akan
mengubah nasib suatu kaum sampai kaum itu mengubah nasib mereka sendiri.” (Q.S.
al-Anfal. 8:53). Dengan begitu jelaslah sudah, perubahan dalam lingkungan
mahasiswa akan terlaksana dan tercipta dalam kehidupan apabila ada kesadaran
dari mahasiswa akan pergaulan bebas yang berada dalam lingkaran kehidupannya.
Ingatlah, mahasiswa agen perubahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar