Rabu, 02 Oktober 2013

Pergaulan Mahasiswa

Mahasiswa, The Agent of Change

Mahasiswa adalah sebutan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan tinggi di sebuah universitas atau perguruan tinggi. Mahasiswa dikenal sebagai orang yang memiliki intelektualitas tinggi. Bagaimana tidak? Untuk menjadi seorang mahasiswa, sebelumnya kita harus mengikuti serangkaian tes seleksi masuk, apalagi jika perguruan tinggi yang kita inginkan berstatus sebagai Perguruan Tinggi Negeri atau yang biasa kita sebut PTN. Berdasarkan data Kemendikbud, pada tahun 2012 sebanyak 618.804 orang berlomba mengikuti tes Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) untuk memperebutkan 106.363 kursi di perguruan tinggi negeri. Jumlah tersebut ternyata meningkat 14% dari tahun sebelumnya. Dan peningkatan jumlah ini bukan tidak mungkin akan terus terjadi hingga tahun-tahun berikutnya.
Hal tersebut membuktikan betapa besar minat para pemuda Indonesia untuk menjadi seorang mahasiswa, yang kita kenal sebagai seorang yang memiliki intelektualitas dan tanggung jawab yang tinggi, serta sikap yang arif di dalam segala bentuk kegiatan, terutama tingkah lakunya. Lalu, jika kita kaitkan definisi mahasiswa dengan data Kemendikbud di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa para pemuda Indonesia sesungguhnya berpotensi  memiliki intelektualitas tinggi serta tingkah laku yang baik. Namun, jika kita kaitkan dengan fakta yang ada saat ini, benarkah demikian?
Fakta mengenai mahasiswa yang sering kita saksikan sekarang ternyata bertolak belakang dari definisi mahasiswa yang sesungguhnya. Mahasiswa yang seharusnya menjadi panutan, bukan hanya tontonan, sepertinya tidak dapat melakukan hal itu. Buktinya, hanya sedikit saja mahasiwa yang dapat menyelesaikan kuliahnya tepat waktu. Hal itu dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang mengganggu aktivitas perkuliahan dari berbagai kendala.
Salah satu faktor yang sedang hangat diperbincangkan saat ini mengenai mahasiswa di Indonesia adalah pergaulan bebas. Mungkin kita tidak akan menyangka mahasiswa yang notabenenya memiliki kearifan intelektual tinggi dapat terjebak dalam fenomena pergaulan bebas yang dapat merusak masa depan bangsa. Walaupun mahasiswa dikenal sebagai orang yang memiliki intelektualitas tinggi, tidak dapat dipungkiri bahwa kebanyakan dari mereka berada dalam rentang usia remaja.
Remaja adalah periode transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Banyak orang menyebut masa remaja sebagai masa mencari jati diri. Ya, karena di masa inilah seseorang mulai mencari tahu siapa sebenarnya dirinya. Di masa remaja segala bentuk keingintahuan, rasa penasaran, dan keinginan untuk mencoba hal-hal yang baru muncul dalam benak seseorang.
Masa remaja dapat dikatakan sebagai masa yang rentan. Di masa ini seseorang akan lebih mudah terpengaruh pikiran dan tingkah lakunya, terutama oleh faktor lingkungan. Tidak ada yang perlu dipermasalahkan jika kehidupan seorang remaja selalu diiringi oleh hal-hal yang baik, kehidupan keluarga dan lingkungan sosial yang baik. Hal tersebut dapat menjadikannya sebagai pribadi yang baik untuk bekal menyambut masa dewasanya kelak. Namun, kenyataan di lapangan lebih banyak menunjukkan hal yang bertolak belakang. Tidak semua remaja dapat melalui masa mencari jati dirinya dengan baik. Bahkan kebanyakan remaja justru berbelok untuk mencoba hal-hal yang seharusnya ia hindari. Masa remaja yang seharusnya digunakan untuk berkarya dan mengukir prestasi justru dihabiskan dengan kegiatan yang tidak bermanfaat. Masa remaja yang seharusnya dapat membentuk karakter sejati seseorang sebagai manusia yang mulia, justru membuat perilaku dan akhlak seseorang menjadi buruk dan bahkan membuatnya lupa akan makna jati dirinya yang sesungguhnya.
Salah satu cara yang digunakan seorang remaja untuk menemukan jati dirinya adalah dengan bergaul. Pergaulan sendiri memiliki arti melakukan perilaku bergaul dan berinteraksi dalam lingkungan masyarakat. Pergaulan adalah faktor yang sangat mempengaruhi seseorang dalam membentuk karakternya. Mindsetdan pola hidup seseorang dapat dipengaruhi begitu saja oleh teman bergaulnya.
Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan pergaulan bebas? Mengapa pergaulan bebas kini menjadi fenomena yang sangat mengkhawatirkan di kalangan para remaja? Pengertian pergaulan bebas menurut para sosiolog adalah cara-cara yang dilakukan manusia sebagai makhluk sosial untuk dapat berinteraksi dan berkomunikasi dalam banyak hal tanpa ada sekat atau pembeda strata guna mencapai suatu tujuan. Tujuan yang dimaksud ialah terciptanya suatu kondisi interaksi yang bersinergi dan saling memahami atas hal-hal yang muncul dalam proses interaksi. Pergaulan bebas mengindikasikan tidak adanya penghalang yang disebabkan oleh strata sosial. Pergaulan bebas juga mengindikasikan adanya keleluasaan dalam bergaul yang berkaitan dengan persoalan interaksi seperti jarak atau kedekatan emosi antarmanusia dan tema-tema yang menjadi gagasan interaksi.
Pengertian pergaulan bebas memang identik dengan anak muda, dengan remaja. Persoalan pergaulan memiliki tafsiran makna yang dekat kaitannya dengan kaum remaja sebab kaum remaja cenderung banyak bergaul, membina relasi, pertemanan, bertanya banyak hal, mencari tahu berbagai hal dan aktivitas lainnya. Hal tersebut memungkinkan mereka melakukan pergaulan yang luas dengan siapapun. Pergaulan yang luas tersebut memungkinkan pula terjadinya pergaulan bebas yang tidak terkendali, yakni pergaulan yang menyebabkan kaum muda terjerumus pada hal-hal negatif.
Itulah sebabnya pergaulan bebas pada akhirnya diartikan sebagai pergaulan yang lepas kontrol dan tanpa norma. Hal tersebut disebabkan adanya proses pergaulan yang tidak mengindahkan segi norma dalam interaksi. Persoalan narkoba, kriminalitas, dan seks bebas pada akhirnya menyeruak dan menjadikan pergaulan bebas dipandang sebagai hal yang buruk.
Dan pemandangan yang kita saksikan saat ini memang berisi pergaulan bebas remaja yang mengkhawatirkan, termasuk di dalamnya para mahasiswa. Hedonisme, budaya pop, seks bebas, kekerasan, kriminalitas, narkoba, mungkin menjadi hal-hal yang erat kaitannya dengan pergaulan remaja saat ini.
Hedonisme merupakan salah satu hal yang menghiasi kehidupan mahasiswa masa kini. Hedonisme sendiri berasal dari Bahasa Yunani yang artinya pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Bagi para penganut paham ini, bersenang-senang, pesta-pora, dan plesiran merupakan tujuan utama hidup, entah itu menyenangkan bagi orang lain atau tidak, karena mereka beranggapan hidup ini hanya sekali, sehingga mereka merasa ingin menikmati hidup senikmat-nikmatnya. Ya, seperti itulah fenomena yang menghiasi kehidupan mahasiswa masa kini. Mereka hanya memikirkan hedone atau kesenangan. Tak peduli apakah kesenangan tersebut merusak moral dan masa depan mereka atau tidak, yang mereka pikirkan hanyalah bagaimana menikmati hidup dengan kesenangan tak terhingga.
Budaya pop dan seks bebas selanjutnya menjadi fenomena yang muncul dari adanya paham hedonisme. Budaya pop (singkatan dari budaya populer) disebut juga budaya massa karena kontennya diproduksi secara massif untuk tujuan komersialisasi. Wujud budaya pop beraneka macam, misalnya: bahasa, teknologi, busana, musik, dan perilaku. Objek sasaran budaya ini adalah para pemuda. Budaya pop sendiri merupakan bentuk westernisasi, di mana orang-orang di Indonesia akan lebih mencintai budaya barat dibandingkan budayanya sendiri, walaupun budaya tersebut tidak sesuai dengan adat ketimuran yang ada di Indonesia. Kaum muda yang berada dalam rentang 15-35 tahun adalah target penyebaran budaya pop ini. Berdasarkan data BPS pada tahun 2006, negeri ini memiliki kurang lebih 80 juta pemuda atau 30% dari total keseluruhan penduduk. Sebagian besar dari total itu telah terhipnotis oleh unsur-unsur budaya pop, yang ditandai dengan menganggap apa yang digunakan orang banyak adalah sesuatu yang up-to-date, menyesuaikan diri dengan kebiasaan mayoritas orang, dan mendewakan penampilan trendi agar tak terlihat kuno.
Budaya pop erat kaitannya dengan paham hedonisme, karena kecenderungan seseorang untuk lebih mencintai budaya pop tentunya hanya bertujuan untuk menciptakan hedone dalam hidupnya. Dan ketika seorang remaja sudah terhipnotis unsur budaya barat, hal yang paling buruk yang akan turut pula masuk dalam kehidupan remaja Indonesia adalah seks bebas. Saat ini masalah seks bebas yang terjadi pada remaja di Indonesia sudah sampai pada taraf yang sangat mengkhawatirkan. Tidak ada lagi batasan antara laki-laki dan perempuan. Padahal sungguh aneh seharusnya yang kita rasakan ketika melihat kaum muda-mudi yang bukan muhrim saling berpelukan atau bergandengan tangan di negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia ini, karena hukum agama jelas sudah mengatur tentang hal ini.
Terlebih di kalangan mahasiswa, seks bebas sepertinya tidak lagi menjadi hal yang asing atau pun tabu. Kebanyakan mahasiswa yang sedang melakukan pendidikan di suatu perguruan tinggi, terutama di perguruan tinggi yang letaknya jauh dari tanah kelahirannya,  tinggal sendiri, jauh dari keluarganya. Mahasiswa yang jauh dari keluarga mereka tentunya memiliki kebebasan yang lebih dibandingkan saat mereka masih tinggal bersama orang tua. Tidak adanya pengawasan dan kesempatan yang terbuka lebar serta keimanan yang semakin merosot, menjadikan ia terjebak dalam hal-hal negatif yang dapat merusak moral dan masa depannya, salah satunya seks bebas.
Salah satu hal yang mendukung terjadinya seks bebas di kalangan mahasiswa dan mahasiswi di Indonesia adalah tempat kos yang bebas. Kos bebas yang dimaksudkan di sini adalah kos yang tidak diawasi atau ditunggui oleh pemiliknya. Mereka umumnya mempekerjakan orang untuk mengurusi kos, termasuk menjaga keamanan pintu gerbang. Tetapi tidak sedikit di antaranya yang menyerahkan urusan tersebut kepada penghuni kos. Kos bebas tersebut bukan termasuk kos campur, tetapi kos khusus putera dan kos khusus puteri. Kos bebas biasanya lebih banyak ditemukan berupa kos putera, tetapi jumlah kos bebas untuk puteri pun bisa dikatakan tidak sedikit dan semakin bertambah. Hampir di seluruh kawasan pemukiman mahasiswa terdapat kos semacam ini.
Ada lagi sebutan kos setengah bebas. Kos semacam ini masih ditunggui oleh pemiliknya, tetapi si pemilik seringkali tidak ambil peduli dengan urusan ataupun aktivitas penghuninya, sejauh tidak mengganggu ketertiban. Ada pula kos yang pemiliknya baru terlihat ketika sudah sore atau malam hari menjelang jam tamu berakhir. Interaksi antara si pemilik dan penghuni relatif minim, apalagi jika hunian tersebut ditempati lebih dari 20 orang. Tamu boleh saja masuk kamar, termasuk tamu lawan jenis, tanpa banyak dicurigai atau ditanyai oleh pihak pemilik. Untuk kos puteri misalnya, jika menerima tamu pria seringkali dibolehkan untuk menutup pintu kamar. Kos setengah bebas tersebar di seluruh kawasan pemukiman mahasiswa, tetapi jumlahnya masih lebih sedikit dibandingkan kos bebas.
Survei yang dilakukan pada tahun 2002 oleh Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan (LSCK) terhadap 1.660 mahasiswa di Yogyakarta dengan tema virginitas di kalangan mahasiswa merupakan salah satu bukti bahwa seks bebas yang terjadi di Indonesia memang sudah menjadi masalah serius. Dari hasil survei tersebut, sebanyak 97,5% mahasiswa telah kehilangan virginitasnya akibat seks pra nikah. Hal yang teramat miris untuk dibayangkan. Kejadian seperti itu kemungkinan besar bukan hanya terjadi di Yogyakarta, tetapi juga di daerah-daerah lain di seluruh Indonesia. Dan jika kita perhatikan, survei tersebut sudah dilakukan sepuluh tahun yang lalu, bagaimana dengan sekarang, saat dunia menjadi semakin canggih dan budaya barat semakin mudah mempengaruhi perilaku para pemuda Indonesia?
Masalah lain yang tak kalah penting dan erat kaitannya dengan pergaulan remaja adalah narkoba. Ya, para remaja Indonesia tidak pernah berhenti terhipnotis oleh barang yang sudah jelas diharamkan oleh agama maupun negara itu. Badan Narkotika Nasional mencatat pada tahun 2011 sebanyak 220 mahasiswa di Indonesia menjadi tersangka kasus narkoba. Miris memang. Mahasiswa, orang dengan intelektualitas tinggi, dapat terjerat kasus narkoba yang sudah pasti mereka sendiri mengetahui bahwa barang haram tersebut dapat merusak masa depan mereka.
Mahasiswa, the agent of change, agen perubahan. Perubahan harus menjadi tugas bagi kalangan mahasiswa untuk membentuk intelektualitasnya. Memulai perubahan tersebut harus didasari dengan kesadaran dan perlawanan yang tegas terhadap pergaulan bebas yang dapat merusak kehidupan, tidak hanya mahasiswa itu sendiri, tetapi juga Bangsa Indonesia.
“Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai kaum itu mengubah nasib mereka sendiri.” (Q.S. al-Anfal. 8:53). Dengan begitu jelaslah sudah, perubahan dalam lingkungan mahasiswa akan terlaksana dan tercipta dalam kehidupan apabila ada kesadaran dari mahasiswa akan pergaulan bebas yang berada dalam lingkaran kehidupannya. Ingatlah, mahasiswa agen perubahan.








  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar